LHOKSEUMAWE, BAKSYA.COM-Pemerintahan Provinsi Aceh telah mengumumkan kebijakan baru terkait batas waktu perempuan keluar malam, yang menimbulkan beragam tanggapan dari masyarakat. Kebijakan ini, yang diterapkan sebagai bagian dari upaya menjaga keselamatan dan kehormatan perempuan, mendapatkan berbagai sorotan dari berbagai pihak.
Salah satu kota di Aceh yang menerapkan peraturan ini adalah Kota Lhokseumawe, Kab.Aceh Utara, Menurut kebijakan yang diberlakukan, perempuan hanya diperbolehkan keluar rumah hingga pukul 23.00 WIB tanpa pendampingan dari laki-laki yang bukan muhrim (kerabat dekat yang diharamkan untuk menikah), dengan pengecualian bagi perempuan yang bekerja malam atau dalam keadaan darurat. Peraturan ini dipandang oleh sebagian kalangan sebagai langkah yang diambil untuk melindungi perempuan dari potensi bahaya di luar rumah pada malam hari.
Namun, kebijakan ini juga menimbulkan beberapa kritik dari sejumlah pihak yang menganggapnya sebagai pembatasan terhadap kebebasan perempuan. Beberapa aktivis HAM (Hak Asasi Manusia) dan kelompok advokasi perempuan menilai kebijakan tersebut sebagai langkah mundur dalam upaya mencapai kesetaraan gender dan menganggapnya sebagai bentuk kontrol berlebihan terhadap kehidupan pribadi perempuan.
Namun di sisi lain, sebagian warga Aceh menyambut baik kebijakan ini sebagai langkah yang positif dalam menjaga norma-norma sosial dan keagamaan yang kental di provinsi tersebut. Apalagi Aceh ini dikenal sebagai “Kota Serambi Mekkah”, Dimana masyarakatnya mayoritas Islam. Mereka berpendapat bahwa kebijakan tersebut dapat membantu mencegah terjadinya tindakan kriminalitas dan pelanggaran moral di tengah-tengah masyarakat.
Dalam menjalankan kebijakan ini, pemerintah Aceh menegaskan bahwa tujuannya bukan untuk membatasi kebebasan individu, tetapi untuk melindungi dan menghormati hak-hak perempuan serta memastikan keselamatan mereka di lingkungan yang sering kali tidak terduga. Pemerintah juga menegaskan bahwa kebijakan ini akan dievaluasi secara berkala untuk memastikan kesesuaian dengan kondisi dan kebutuhan masyarakat Aceh.
Dengan berlakunya batas waktu perempuan keluar malam di Aceh, provinsi ini menjadi pusat perhatian dalam diskusi tentang kebebasan individu, kesetaraan gender, dan pengelolaan keamanan di tingkat lokal. Kebijakan ini mencerminkan dinamika kompleks antara nilai-nilai tradisional, agama, dan aspirasi modern dalam masyarakat Aceh yang unik.